Cerpen :: Aisyah

  Joko mengunci pintu rumahnya begitu ia sampai. Malam yang menyedihkan. Ia berjalan memasuki kamarnya dan langsung menjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Ia lepaskan segala lelah, penat dan sedihnya. Aisyah, kekasihnya, pergi merantau ke Jakarta. Pemuda Ponorogo itu mengingat kembali kejadiannya dengan Aisyah di terminal tadi..
  “Aisyah..!!” seru Joko memanggil Aisyah yang hendak naik ke bus tujuan Jakarta. Aisyah menengok kearah Joko yang terlihat seperti habis berlari.
  “Aku kira kamu enggak datang, Jok!” kata Aisyah seraya menghampiri Joko.
  “Maaf, Sah. Aku telat.” kata Joko meminta maaf pada Aisyah.
  “Enggak kenapa-kenapa, kok..” jawab Aisyah. Joko tersenyum.
  “Sah,” kata Joko. Aisyah menatap wajah Joko yang tampak serius. “Kamu bener, mau pergi ke Jakarta?” tambah Joko.
  “Pasti tho, Jok.. Aku mau cari kerja, buat membiayai sekolah adik-adikku.” jawab Aisyah serius. Joko mengangguk membenarkan.
  “Tapi..” gumam Joko. “..kamu harus janji ya, enggak mau sama cowok lain..” tambah Joko. Aisyah mengangguk.
  “Cowokku Cuma kamu, Jok..!” seru Aisyah seraya naik ke bus yang sudah mau berangkat. Joko menatapi Aisyah. NGENG..!! Perlahan-lahan, bus mulai melaju.
  “Kalau aku udah berhasil, aku pasti balik ke kampung, Jok!” kata Aisyah sambil melambaikan tangannya pada Joko. Bagitu juga Joko balas melambaikan tangannya pada Aisyah.
  Sudah pergi. Aisyah sudah pergi ke Jakarta. Mungkin Joko akan lama tidak bertemu Aisyah yang cantik jelita itu. Tapi, ia tetap percaya pada janji Aisyah pada dirinya. Ya, akan kembali ke kampung jika ia sudah sukses. Akan kembali menemani Joko yang sendirian.
  Joko adalah pemuda berumur 21 tahun asal Ponorogo yang kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Sehari-hari ia bekerja sebagai tukang kebun SD Batu II. Joko juga mempunyai kerja sampingan sebagai guru mengaji di mushola Al-Muzzamil.
  Aisyah, kekasih Joko sejak lulus SD itu sehari-harinya bekerja menjadi guru mengaji di mushola Al-Muzzamil. Karena adiknya yang sudah naik bangku SMP dan SD, ia memutuskan untuk merantau mencari kerja ke Jakarta bermodal ijazah SMP. Orangtua Aisyah tidak menyekolahkan anak pertamanya itu ke bangku SMA karena masalah biaya.
  “Jok, mau kemana?” sapa Pak Burhan, kepala Mushola Al-Muzzamil saat bertemu Joko di jalan esok paginya.
  “Ooh, Pak Burhan, to. Saya mau ke pasar, Pak. Mau beli makan” jawab Joko ramah. Pak Burhan mengangguk-angguk mengerti. Sudah sehari sejak Aisyah pergi, Joko belum merasakan perbedaan yang serius.
--dua bulan sejak Aisyah pergi—
  Sudah dua bulan Aisyah pergi, Joko melewati hari-harinya yang semakin terasa hampa. Belum ada satupun kabar dari kekasihnya itu. Joko mulai merasa tidak enak. Apakah Aisyah.. punya kekasih baru disana? Ah, tidak mungkin. Aisyah takkan setega itu meninggalkan Joko yang setia menunggunya.
  Burung-burung berkicau dengan merdu. Namun, semua itu tidak bisa meredam gundah hati Joko. Ia-pun memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar mencari udara segar di kampung. Tiba-tiba..
  “Surat, mas!” kata seorang pria berpakaian oranye dengan motor bebeknya yang juga berwarna oranye sambil menyodorkan sesuatu kearah Joko. Ya, itu tukang pos yang membawakan surat untuk Joko. Dari siapa kira-kira?
  “Buat saya?” tanya Joko yang baru kali ini dapat kiriman surat. Tukang pos itu-pun tertawa melihat keluguan Joko.
  “Yo pasti to, mas..!” kata tukang pos tersebut. Joko-pun menerima surat itu dengan senang hati. Surat beramplop putih dengan bingkai berwarna merah dan biru.
  “Maturnuwun, Pak!” seru Joko begitu tukang pos itu pergi. Cepat-cepat ia buka surat itu dengan rapi. Ternyata benar dugaannya. Surat itu kiriman dari Aisyah di Jakarta. Ia baca baik-baik surat itu.
Kepada Joko Yth.
Apa kabar?
Kabarku baik, Jok. Aku sudah keterima kerja di perusahaan telekomunikasi. Aku bertugas jadi operator. Kamu tahu operator ndak? Operator itu orang yang melayani orang yang marah-marah.. ya, pokok’e gitulah.. Besok kalok aku pulang, tak ceritain..
Joko, suratku segini dulu, ya.. Sampai jumpa.. ^_^

Aisyah A.
13 Juni 20xx
  Joko tersenyum setelah membaca surat pertama dari Aisyah itu. Hebat sekali Aisyah itu. Hanya bermodal ijazah SMP, ia bisa menjadi operator perusahaan telekomunikasi. Sebenarnya apa yang dilakukan Aisyah ya? Joko melipat surat itu lalu memasukannya ke amplopnya semula.
  “Aisyah.. Kangen aku..” gumam Joko. Ia pandangi lagi amplop itu. “Oh, ya! Tak bales aja suratnya Aisyah!” pikir Joko lalu beranjak mengambil pulpen dan secarik kertas. Ia tanyakan bagaimana bisa Aisyah bisa menjadi operator hanya dengan ijazah SMP, lalu bagaimana keadaan Jakarta dan lainnya. Semuanya Joko tuangkan di secarik kertas surat balasan untuk Aisyah tersebut. Joko menulis dengan semangat. Tulisannya kecil-kecil namun jelas dan tebal. Yah, wajar saja kalau tiap SD pulpen yang ia pakai cepat sekali habis tintanya.
  “Pak Saman! Mau kemana, Pak?” seru Joko memanggil Pak Saman, guru SD tempat Joko bekerja yang sedang mengendarai motor bebek berwarna birunya.
  “Eh, Joko, saya mau ke pasar, Jok!” jawab Pak Saman. Kumisnya yang lebat itu melingkar karena tersenyum.
  “Pak, saya boleh ikut sampai kantor pos?” tanya Joko yang berniat ke kantor pos untuk membeli prangko sekaligus mengirimkan suratnya untuk Aisyah.
  “Oh, boleh, boleh! Ayo, le, naik’o..!” seru Pak Saman. Joko-pun naik kemotor. Tak lama, Joko dan Pak Saman tiba di kantor pos kelurahan Batu.
  “Maturnuwun, Pak!” kata Joko. Pak Saman mengangguk-angguk sambil tersenyum pada Joko lalu melesat dengan motornya.
  Aisyah dan Joko semakin lama semakin gencar saling surat-menyurat. Saat membersihkan kebun SD Batu-pun, Joko masih membaca surat dari Aisyah yang diketik dengan komputer. Joko tersenyum-senyum membaca surat dari Aisyah itu.
  “Oi, Jok, kamu kenapa to?” tanya Bayu pada Joko yang tersenyum-senyum sendiri.
  “Hm?” gumam Joko seraya tersenyum pada Bayu.
  “Edan,” kata Bayu.
  “Kenapa kamu to, Bay?” tanya Joko yang masih agak tersenyum-senyum.
  “Yang kenapa itu kamu, Jok! Kok cengar-cengir sendirian..” kata Bayu.
  “Ini, lho, Bay, surat dari Aisyah ada fotonya dia sama bapak-bapak lain. Si Aisyah mirip anaknya to?” kata Joko sambil menunjukan surat dari Aisyah.
  “Hahaha..” Bayu dan Joko-pun tertawa melihat foto Aisyah bersama dua bapak-bapak berumuran 40 tahunan.
  Surat berikutnya dari Aisyah berisi kabar baik bahwa kemungkinan Aisyah akan pulang ke Ponorogo lebaran nanti. Namun, ternyata, sampai lebaran hari ketiga, Aisyah tidak ada di rumahnya. Kata ibu Aisyah, anaknya terlalu sibuk. Sejak saat itu juga, Aisyah semakin jarang mengirim surat ke Joko. Dan sampai pada tahun baru, Aisyah berhenti mengirim surat. Walaupun Joko mengirim surat ke Aisyah, kekasihnya itu tidak juga membalas suratnya itu.
  “Aisyah.. Kamu kok enggak bales suratku to?” gumam Joko. Apa sebenarnya yang terjadi pada Aisyah?
  Dua kali puasa, dua kali lebaran, Aisyah tak juga pulang ke Ponorogo. Kata ibu Aisyah, anaknya itu belum memberi kabar sejak 4 hari lalu. Nah, Joko malah tidak diberi kabar sejak 2 tahun lalu, entah kini dimana Aisyah berada.
  Sampai pada suatu hari, datang sebuah surat kilat dari Aisyah yang ditulis dengan pensil. Suratnya singkat, padat, tapi.. MENGERIKAN!
  “Joko, jemput aku di terminal jam 4 sore nanti! Aku sedang dikejar! AISYAH A.” gumam Joko membaca surat dari Aisyah itu. Jam 4 sore berarti 20 menit lagi! Sial, terkadang tukang pos itu suka telat mengantarkan suratnya.
  Dikejar?
  Apa maksudnya?
  Langsung saja tanpa basa-basi, Joko langsung melesat menuju terminal. Kalau harus berlari, bisa memakan waktu setengah jam. Agar bisa mencapai terminal sebelum jam 4, harus pakai motor. Ya, Bayu!
  “Bayu! Bayu!” seru Joko memanggil Bayu.
  “Kenapa, Jok?” tanya Bayu.
  “Aku pinjem motormu, dong!” jawab Joko. Ya, Bayu terkenal sebagai ‘juragan’ motor.
  “Mau motor bebek apa motor matik?” tanya Bayu.
  “Motor matik! Cepetan!” kata Joko.
  “Nih!” kata Bayu seraya memberikan kunci motor matiknya pada Joko. Joko langsung melesat dengan motor itu. “Lho, bukannya Joko gak bisa naik motor?” gumam Bayu.
  Joko akhirnya sampai di terminal. Mana Aisyah? Siapa yang mengejar Aisyah? Sebuah bis dari Jakarta memasuki terminal. Dan turunlah seorang wanita dengan buru-buru. Itu..
  “AISYAH!!” seru Joko. Ya, wanita itu Aisyah.
  “JOKO!!” seru Aisyah sambil berlari kearah Joko. “Cepat kabur dari sini, Jok!” tambah Aisyah.
  “Emangnya siapa yang ngejar kamu, Sah?” tanya Joko.
  “Nanti aku ceritain.. Kita kabur dulu!” kata Aisyah.
  “Tapi.. Kabur dari siapa, Sah?” tanya Joko.
  “Itu! Dua mobil sedan Mitsubishi itu!” jawab Aisyah sambil menunjuk dua mobil dibelakang mereka. Joko langsung menjalankan motor itu. NGUENG! Melihat target yang mereka kejar, dua sedan itu langsung mengejar Joko dan Aisyah. NGENG! Sampai di dekat gerbang desa, salah satu mobil itu menghilang.
  “Pasti berputar buat menghadang kita, Sah!” kata Joko setelah melihat spion. Ternyata benar apa yang diperkirakan oleh Joko. Mereka terjebak diantara dua mobil. Bagaimana?
  “Joko, turunkan standard motor!” seru Aisyah.
  “Buat apa?” tanya Joko.
  “Motor matik ini kalau standarnya diturunkan, mesinnya akan mati secara otomatis! Setelah mesinnya mati, kau belokkan stang kearah kiri lalu kita melompat dari motor. Siap?” jelas Aisyah.
  “Ta.. tapi, Sah!” gumam Joko.
  “Loncat dihitungan ketiga ya!” kata Aisyah.
  “Oi, oi, Sah..!!” gumam Joko, lagi.
  “Satu.. Dua.. TIGA!” seru Aisyah. Joko langsung menurunkan standar motor. Mesin motor-pun mati, Joko membelokkan stang kearah kiri lalu..
SETT!!
..Joko dan Aisyah melompat ke sawah dari motor itu.. Dan..
BRUAKK!!
  Kedua mobil yang mengejar Aisyah itu saling menabrak motor matik yang ditinggalkan Joko. Hancur lebur. Kasihan Bayu..
  Joko dan Aisyah selamat.
  “Sah, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Joko.
  “Sebenarnya, aku bisa diterima menjadi operator karena saat masuk ke perusahaan telekomunikasi, ada yang memberikan uang ke perusahaan itu demi aku. Kata orang itu, ia kasihan kalau melihat seorang gadis desa yang kesusahan saat merantau. Nah, dua bulan lalu, orang itu mendatangiku memintaku untuk membayar semuanya. Tapi, bagaimana aku bisa membayarnya? Semuanya di Jakarta mahal. Akhirnya aku putuskan untuk pulang ke Ponorogo. Karena itulah, dua mobil tadi yang merupakan anak buah orang itu mengejarku.” jawab Aisyah.
  “Lalu?” tanya Joko.
  “Ya, aku berhenti bekerja di Jakarta” jawab Aisyah.
  “Hutang kamu pada orang itu?” tanya Joko, lagi.
  “Sebenarnya, hutangku itu sudah lunas! Tapi, orang itu membantahnya, karena itu, aku kabur kesini!” kata Aisyah.
  Tak lama, Joko-pun memanggil polisi. Ia mendapat penghargaan dari polisi. Kenapa? Sebenarnya, orang yang membantu Aisyah itu adalah pemimpin organisasi yang menjual narkoba. Anak buahnya yang mengejar Aisyah juga salah satu ‘member’ organisasi itu.
  Enam bulan kemudian, Joko dan Aisyah menikah.
  Satu tahun setelah menikah, mereka mendapat anak lelaki, bernama Rizki.
  Kehidupan mereka berdua-pun berjalan lancar dengan sederhanaannya.
  Inilah kisah JOKO DAN AISYAH..
--tamat--

Comments

Popular Posts