Menyusun Partikel Cahaya
Ide menulis dengan gaya seperti ini muncul waktu lagi dengerin salah satu lagu Muse yang jadi soundtrack film Twillight. Yap, judulnya Neutron Star Collision. Aku yakin, gaya bercerita tentang romantika kehidupan cinta dengan bahasa kiasan khas luar angkasa seperti ini pasti belum pernah ada. Mungkin bisa disebut dengan Romantika Astronomia. Wow, keren.
Yah, dasar tulisan ini sih diilhami dari sesuatu yang tak alami sendiri. Gak usah jauh-jauh dulu deh kayaknya. Soalnya arti romantika cinta secara universal itu gak akan pernah terdeskripsikan dengan kata-kata manusia. Err, gitulah. Alasan lainnya sih karena aku jarang nulis tentang hal yang berbau cinta. Iyee, gue emang selalu nulis cerpen misteri dan baca artikel konspirasi. Puas? -___-
Okelah, akan kumulai curahan hati yang mirip sama skripsi sains nan ilmiah. Oh ya, jangan nangis kalo pikiranmu belum nyampe buat menerjemahkan tulisan ini ke kalimat sederhana ya. Tanya aja sama aku, pasti kujawab. Heuehehehe..
"Let's GOOO!!" |
---
Menyusun Partikel Cahaya
#listening : Muse - Neutron Star Collision (Love Is Forever)
Teori Hukum Newton III tentang aksi-reaksi memang tak salah. Sesungguhnya, teori itu malah benar-benar nyata dan akan terus berlaku dalam kehidupan di tata surya. Ya, kita takkan pernah menerima reaksi tanpa melakukan sebuah aksi. Dan ini terbukti padaku. Sejak dulu aku terus mengamati dan meneliti tanpa pernah melakukan sebuah aksi, hasilnya adalah subjek yang kuamati takkan pernah sadar bahwa dia sedang diteliti. Subjek yang kuteliti adalah cahaya. Sesuatu yang melesat dengan kecepatan 300.000 km/detik. Sesuatu yang menciptakan tata surya dan galaksi-galaksi beserta isinya.
Untung saja, pada sebuah kesempatan aku berani sedikit menyentil subjek tersebut dan seiring waktu mendapat reaksi. Tapi aku memilih untuk melakukan inersia. Sejak awal aku diam dan kini bertahan untuk tetap diam. Tapi usaha ber-inersia ini terkesan cukup bodoh kalau ingat kembali pada hukum aksi-reaksi. Yah, reaksi yang kuinginkan bukan hanya respons seperti ini.
Akhirnya perlahan kucoba untuk beradaptasi dengan cahaya. Ya, walaupun Albert Einstein pernah berkata bahwa melesat lebih cepat atau sama dengan kecepatan cahaya akan melanggar kondisi energi tertentu, setidaknya terus kucoba untuk mengerti tentang cahaya.
Perlahan aku kurangi persetase inersia-ku dan coba memahami lebih dalam soal cahaya. Aku sengaja melakukannya dengan pelan karena kita semua tau, semakin dekat dengan cahaya maka semakin lambat pula laju waktunya.
Demi mengerti tentang cahaya, sepanjang waktu aku terus menyusun partikel-partikel cahaya. Dengan menyusun kita akan mengerti. Bersamaan dengan itu, aku juga mencoba untuk memberinya sedikit aksi-aksi. Kelihatannya berhasil, subjek memberi reaksi dengan elok. Ternyata cahaya memang suka membuat ilusi optik yang tampak indah di retina kita. Layaknya Planet Venus yang terkadang muncul di senja hari dan memberi keelokkan.
Penelitianku belum usai. Partikel cahaya yang aku kumpulan belum lengkap dan tuntas. Walaupun sinar sekilau Bintang Sirius mulai terlihat, cahaya pasti terus melaju. Entahlah, sepertinya cahaya juga ber-inersia. Aku akan terus menyusun partikel-partikel cahaya hingga nanti Big Bang kembali terjadi dan sebuah alam semesta baru tentang kami tercipta dan kisah-kisahnya takkan pernah bergoyah, seperti Bintang Polaris.
Kenapa aku begitu berjuang?
Aku disini terus meneliti untuk bisa mencapai kecepatan cahaya. Faktanya, saat kita mencapai kecepatan cahaya, itu artinya kita akan berada dalam keadaan diam total. Ya, karena semakin dekat dengan cahaya, waktu semakin melambat. Karena itu sebelum aku mencapai kecepatan cahaya, aku takkan bisa berhenti. Kembali lagi ke inersia. Kini aku akan terus berjalan walau perlahan.
Nanti jika aku berhasil dapat kecepatan cahaya, kita akan bisa lakukan apapun dalam waktu nol detik tepat. Ayo, raih tanganku ini! Kita akan semakin hebat kalau saling merekat.
"..combined like a neutron star collision.."
---
Yah, saya harap subjek akan mengerti makna dibalik tulisan semi-perguruan tinggi ini. Ya, mungkin aja subjek itu kamu! *gangnam style*
Lebih kuat mana hukum ketiga Newton dengan hukum Kausalitas?
ReplyDelete