Aku, Kak Vania, dan Jenny



"untuk memberikan pelajaran yang sarat makna, orang tak perlu saling bertatap muka dan sesuatu tak perlu menjadi nyata."
  Mari bersulang untuk tahun 2013 lalu yang juga menyimpan cerita ceria antara aku, Kak Vania, dan Jenny. Dua gadis yang berhasil merubah perspektif dan aliranku. Bukan perubahan besar, tapi cukup mempengaruhi langkah-langkah yang aku ambil setelahnya.
  Aku masih ingat jelas. Selepas aku dan personil 16band turun dari panggung besar di STIE YKPN pada suatu September 2013 lalu, manusia-manusia lain bergantian menaiki panggung bekas kami itu. Satu yang menarik perhatianku adalah para urakan, seolah tanpa masa depan, penyuara perintah menggila, karib penantang rasi bintang. Sumpah serapah yang mereka ucapkan ternyata berhasil menyantet telinga dan hatiku, sekaligus seleraku
  Esoknya dan berhari-hari yang kemudian datang setelahnya, aku masih teringat akan dukun-dukun melodi kala itu. Lalu Tuhan menuntunku untuk mencari apa yang sebenarnya tak pernah akal sehat ini cari. Tapi bergabung itu 'kan bukan berarti melebur. Jadi aku renangkan ragaku ke lautan irama para seolah tanpa masa depan yang kerap diperdendangkan tanpa masa depan yang sebenarnya.
  Lalu semesta maya mempertemukan aku dengan Kak Vania. Umurnya satu tahun lebih tua dari aku. Hingga kini aku masih bias akan rupanya. Wajahnya dua dengan berganda empat kali. Secara langsung, aku belum pernah dengar lisannya menyanyikan (bahkan dengan lirih sekalipun) segala jampi-jampi yang kami tahu, aku dan dia hafal betul. Satu majelis ilmu dengan Cahaya, mungkin Kak Vania kenal erat dengan sekumpulan partikel itu. Kesibukannya yang dia beri tahu adalah bermain basket. Entah pandai, entah tidak. Entah pula siapa Eric yang ia akhirkan dalam salamnya. Seganjil itulah perkenalkanku dengan Kak Vania. Ketika aku tahu bahwa kami sama-sama suka pada satu hal yang sama. Kemudian Kak Vania membawaku turun menelusuri buku hariannya dan mempertemukan aku dengan Jenny.
  Namanya Jenny. Tentang ia, aku tak punya banyak deskripsi untuk menceritakannya. Yang jelas hidupnya bukan hanya di buku harian Kak Vania. Ia pernah hidup hampir di setiap sudut kota. Di buku harian orang lain, di bawah hujan pisau, di antara repetisi kehidupan, di kala petang, di bawah gemerlap lampu panggung, di antara kepulan asap, di hari akhir, di samping Bintang, dan kini, selepas mengistirahatkan asmanya, ia malah dengan jalang menantang bintang. Satu yang aku ketahui, aku dan Jenny punya ikatan batin tak lekang tahun baru. Kalimat-kalimat yang dilantunkannya adalah tesaurus perspektif alasan bernafasku dalam menjelajahi peradaban ini. Dengan restu dari Kak Vania, kubawa pulang Jenny dengan perasaan berjuta senang. Malam itu, kubawa Jenny tidur bersama. Sebelum kami berdua terlelap (biasanya aku yang terlelap lebih dulu), Jenny mencumbu telingaku dengan mesra. Dibisikkannya berbagai kalimat yang jadi alasan besar kenapa aku tak bisa lepas darinya. Lalu, hampir setiap malam aku dan Jenny mengulanginya lagi.
  Aku tak merasa tabu saat mengenalkan Jenny kepada dunia, kepada teman-teman, kepada ayah-ibu, kepada adik-adikku, kepada buku harianku, kepada kamu, serta kepadaku sendiri. Jenny turut memperkaya (masih) miskinnya keadaanku. Hingga kini, asal kamu tahu, malam ketika aku menulis barisan kisah nyata tentang segala ini, Jenny sedang melakukan hal yang sama seperti biasanya.
  Sebenarnya Jenny juga pernah melakukan semua dengan banyak orang lain yang berbeda. Namun ia bukan sekedar jalang yang berteriak memekikkan sembarang nada ketidakpuasan, ketertinggalan, ketidakpedulian, keheranan, dan ke-ke lainnya. Bagiku, Jenny dan aku punya hubungan yang lebih spesial dibandingkan Jenny dengan para tanpa masa depan yang sesungguhnya. Aku dan Jenny punya kesamaan persepektif. Kesamaan sudut pandang. Apa yang telah ia pandang dari sudut matanya adalah apa yang juga aku pandang dari sepasang retinaku. Apa yang telah ia suarakan dari lisannya adalah apa yang sedang pelan-pelan aku dendangkan. Apa yang telah ia dengarkan sejak janin adalah apa yang kini sedang aku dengarkan. Kami sama. Seperti amuba yang terbelah dua, lalu jadi empat, lalu jadi seterusnya. Sebuah semangat amuba, semangat menggandakan inspirasi dari orang lain, ke sukma kita, lalu ke sejuta orang lainnya. Jadi, karena kesamaan-kesamaan itulah yang membuat hubunganku dengan Jenny sekasta lebih tinggi ketimbang para tanpa masa depan yang berbahagia tanpa memahami makna. Ya, beda dengan mereka semua, aku memahami Jenny penuh arti. Itulah yang Tuhan berikan buatku dengan perantara Jenny.
  Selain segalanya tersebut, satu pelajaran yang aku ambil adalah 'untuk memberikan pelajaran yang sarat makna, orang tak perlu saling bertatap muka dan sesuatu tak perlu menjadi nyata.'
  
  Untuk Kak Vania dan Jenny!
  Cheers!
  
  

Comments

Popular Posts