Rendang

Sebuah puisi baru dapat disebut karya sastra ketika telah hinggap di telinga wanita dan membikin jatuh cinta; telah merasuk di dada pria dan membuatnya bergelora; telah berhasil menggugah bangsa dan merdeka; telah membunuh penyairnya hingga berkeping-keping jiwanya menyebar ke sepanjang lini masa.

Seperti sebuah puisi, begitu juga rendang. Baru dapat disebut rendang ketika telah berlumuran santan dan bermacam-macam rerempah. Irisan daging biasa bukan rendang. Ia punya banyak variabel yang dapat mengubahnya menjadi berbagai makanan yang bukan rendang. Tapi kalau sudah nyemplung ke dalam panci, dimasak berulang-ulang hingga tahan hingga Indonesia berubah lagi menjadi monarki, barulah itu menjadi rendang.

(red. Indonesia berubah menjadi monarki mungkin masih sangat lama--kalau tidak keduluan hari kiamat. Sebab untuk memperbaiki demokrasi, perlu peristiwa sereformatif '98. Tapi diam-diam saya punya hipotesis yang didasarkan pada teori siklus bentuk negara, bahwa demokrasi adalah fase sempurna terakhir sebelum berubah menjadi demokrasi yang rusak [saya lupa namanya], kemudian kembali lagi ke monarki--kalian mendamba keadaan menjadi lebih baik kan!?)

Jadi, mau itu puisi kek, mau itu rendang kek, ketika ia bisa bertahan begitu lama sebelum akhirnya hilang menjadi energi, barulah ia disebut sebagaimana dirinya. Selanjutnya, bicara soal energi, ia konon tidak bisa dihancurkan, melainkan tetap ada dan berubah menjadi bentuk lainnya. Keinginan makan rendang, bahkan telah saya buktikan, bisa berubah menjadi rendang betulan.

Barusan kakak tingkat satu fakultas saya, Fitra Qurota, tiba ke kos saya. Membawakan sebungkus rendang dan katanya: "Mau gua kasihin ke orang, tapi nggak jadi." Maka nikmat Tuhan yang manakah, yang kau dustakan?

Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin, kata Tere Liye. Kata Tuhannya Tere Liye, daun yang jatuh pun bahkan telah Aku tuliskan di Lauh Mahfudz. Andaikata memang benar Tuhan itu satu, maka saya yakin, Tuhan saya, Tere Liye, kamu, dan dia, telah menuliskan bahwa, rendang ini akan diberikan kepada saya, di Lauh Mahfudz sana.

Maka masihkah engkau risau akan segala hal yang belum tersingkap?
Masih, tentu saja.

(Rendang ini tahan berapa lama, ya?)





Comments

Popular Posts