Cerpen :: I Don't Love You


  Wanita itu berjalan semakin jauh dariku. Berjalan, terus berjalan meninggalkanku sendirian, lagi. Ya, dia telah memutuskan hubungan cinta kami. Malam ini, semua cintaku telah ia kubur dalam-dalam. Tak ada lagi hatinya untukku. Aku terus melihat dia berjalan menjauh. Hingga bayangnya hilang ditelan gelap malam.
  “Ukh!” gerutuku. DUKK! Kutendang sebuah batu hingga terbang jauh dari tempatnya semula. Dingin-pun semakin menusuk tulangku. Ah, sebaiknya aku pulang saja.
  NGIEK! Kubuka pintu rumahku. Tak ada satu orang-pun yang menyambut. Yang ada hanya anjingku yang sejak tadi menunggu di balik pintu. Ternyata anjing ini lebih setia daripada wanita itu. Padahal kukira dia adalah cinta terakhirku. Tapi, dugaanku salah. Dia hanya wanita yang meremukan hatiku setelah wanita-wanita lainnya. Brengsek!
  “GUK! GUK!” Grey, anjingku itu menyalak padaku.
  “Apa, Grey?” tanyaku.
  “GUK! GUK!” jawab Grey sambil berputar-putar mengejar ekornya. Sepertinya Grey kelaparan. Ya, berputar sambil mengejar ekor itu adalah tanda kalau dia sangat ingin makan. Kuambil sekotak makanan anjing di dapur. SREEK! Kutuangkan isinya di tempat makan Grey yang berwarna ungu. Itu hadiah dari wanita yang baru saja meninggalkanku. Ungu adalah warna favoritmu. Ah, kenapa bayangnya kembali kuingat?
  “Aku tidur duluan ya, Grey!” kataku pada Grey. Namun, anjing berbulu lebat itu tidak menghiraukan kata-kataku. Walaupun Grey mendengarnya, apakah anjing berumur 2 tahun itu akan mengerti apa yang aku katakan? Entahlah. BUG! Kurebahkan seluruh badanku di kasur empuk ini.
  Aku coba mengingat semua yang pernah aku lakukan untuknya. Kulirik sebuah bekas luka  di tangan kiriku. Ya, bekas luka ini adalah bekas luka saat aku mengusir para berandalan yang mencoba mengganggunya. Aku mencoba melawan mereka, hingga aku terkena satu tusukan pisau dari para berandalan itu. Aku lakukan itu semua untuknya! Tapi, dengan mudahnya dia ucapkan kata-kata untuk memisahkan kami. Dengan mudahnya dia hancurkan hatiku setelah semua yang telah kulakukan deminya. Ada dimana sebenarnya hati wanita tersebut?
  TRILIT! TRILIT! TRILIT! Ponselku berbunyi. Ada panggilan masuk. Kuharap itu dari panggilan darinya yang meminta maaf atas kata-katanya tadi dan kembali menyambung hubungan cinta kami. Tapi, pikiran itu seperti hanya angan-angan. Itu bukan dia, telepon itu dari kawan sepermainanku sejak sekolah dasar.
  “Hei, Gerard!” katanya menyebut namaku. “Bagaimana kalau besok kita minum-minum di tempat biasa?” tanyanya.
  “Eh?” gumamku.
  “Minum-minum! Biasanya kau langsung melonjak!” ulangnya.
  “Aku.. sedang tidak bersemangat!” jelasku.
  “Ng? Ada apa?” tanya lelaki itu lewat telepon.
  “Soal.. Elena.” kataku menyebut nama wanita yang baru saja meninggalkanku.
  “Dia meninggalkanmu?” tanyanya.
  “Yah, seperti itulah kira-kira! Jadi, soal acara besok—“ jawabku.
  “Kau harus ikut! Jangan kau pikirkan lagi soal wanita itu! Kau tahu, cinta adalah pembodohan! Semakin memikirkannya, semakin dibodohi olehnya! Ayolah, masih banyak wanita selain Elena!”  katanya. Kucoba memikirkan kata-kata itu. Benar juga.
  “Kau benar, Bob!” kataku sambil menyebut namanya. “Besok, ya!” kataku.
  “Oke, Jagoan!” jawab Bob. Ya, kenapa aku jadi menyedihkan gara-gara Elena? Elena bukanlah orang yang bisa menghentikan langkahku! Aku bisa cari wanita lain yang lebih baik dari Elena! Ouh, Gerard, kau ini bodoh sekali!
  Setelah mendengar kata-kata dari Bob tadi, semangat hidupku telah kembali. Jangan tanyakan soal Elena lagi. Aku sudah tidak perlu memikirkannya. Lagipula, tidak mungkin dia akan memikirkanku. Baiklah, aku coba tersenyum. Besok, aku akan bersenang-senang! Tinggalkan masa lalu, kejar masa depan.
  Esoknya, sekitar pukul 7 malam, aku telah siap meluncur menuju tempat biasa aku hangout bersama Bob. “Grey!” kupanggil anjing kesayanganku.
  “GUK! GUK!” Grey menyalak seraya menghampiriku.
  “Kau jaga rumah ya! Aku pergi kerumah Bob dulu! Oke?” kataku.
  “GUK!”
  “Anak pintar! Baiklah, aku pergi dulu, Grey!” kataku lalu menutup dan mengunci pintu dari luar. GREK! Aku masuk ke mobil sedan Skyline berwarna kuning dengan garis-garis hitam. Mobil itu adalah asli aku modifikasi. Ya, warnanya sudah kuganti mirip Bumblebee. Mesinnya-pun mungkin setara dengan mobil Audi tahun 1999. Setelah menghidupkan mesin, aku langsung ngebut dengan mobil tersebut. Akhirnya, setelah perjalanan 15 menit aku sampai di tempat biasa. GREK! PIPIP! Kukunci pintu mobil lalu berjalan masuk.
  “Sudah kuduga kamu akan segera kesini,” kata seorang wanita. Aku-pun menghentikan langkahku dan menengok kebelakang. Itu Elena!
  “Elena?” tanyaku.
  “Gerard, aku ingin meminta maaf atas kata-kataku kemarin,” kata Elena. Hei, apakah ini mimpi? Elena mengucapkan kata-kata yang mustahil diucapkan olehnya.
  “Apa?” tanyaku pura-pura belum mengerti.
  “Aku ingin kembali bersamamu!” jawab Elena. Oh, Tuhan, apakah ini mimpi? Benarkah Elena meminta kembali bersamaku? Tapi, aku tidak bisa menerimanya. Sudah terlambat. Apalagi dengan kata-katanya kemarin, mungkin aku bisa memaafkannya tapi aku tidak bisa menerimanya lagi.
  “Elena..” kataku. “Saat kau pergi, jangan berpikir kalau aku akan mencoba utk membuatmu tetap tinggal. Dan mungkin saat kau kembali, aku sudah akan pergi untuk mencari jalan yang lain.” Kataku mengutip lagu dari sebuah band Amerika.
  “Apa maksudmu? Apa kau sudah punya orang lain?” tanya Elena. Kukepal tanganku kuat-kuat.
  “Ya!” jawabku bohong. “Aku tidak akan memulai kembali apa yang telah selesai,” lanjutku. Serentak, mata Elena berkaca-kaca.
  “Baiklah, maaf mengganggumu” kata Elena lalu pergi dari hadapanku. Aku memandangi Elena yang pergi menjauh. Kini dia yang terluka. Ya, terluka.
  TIIIINNN..!!!
  Elena hampir tertabrak mobil! Dengan lari yang super cepat aku berusaha menyelamatkan Elena yang terpaku di tengah jalan. Sepertinya dia sengaja ingin bunuh diri. GREEP! Kuraih badan Elena dan bersamaku meloncat ke trotoar pinggir jalan. Selamat. Aku selamat. Begitu juga dengan Elena.
  “Ukh!” desahku. Kulirik luka lamaku. Ah, ternyata karena gesekan saat menyelamatkan Elena, luka itu kembali terbuka. Sekali lagi, aku menyelamatkan Elena.
  “G,Gerard!” katanya panik.
  “Tidak apa!” kataku.
  “Tapi kau terlihat tidak baik!” timpal Elena.
  “Yang tidak baik adalah kau! Kenapa hanya karena hal seperti ini kau berniat seperti ini! Banyak lelaki lain yang lebih baik dariku! Memulai kembali yang telah selesai itu tidak bagus!” kataku. Elena tidak menjawab beberapa.
  “Itu..karena kau selalu menyelamatkan hidupku! Itulah yang buatku sulit melupakanmu!” kata Elena. Aku terdiam sejenak. Karena itukah? Tapi, aku tetap berpegang teguh pada ideology lamaku. Ya, memulai kembali yang telah selesai itu tidak baik.
  “Kalau begitu, aku akan buatmu melupakanku” kataku.  “Elena, i don’t love you! Like i did, yesterday” lanjutku. Serentak, kulihat wajah Elena berubah sedih.
  “Baiklah, Gerard.” kata Elena lalu beranjak pergi.
  “Elena,” kataku. Elena-pun menghentikan langkahnya yang layu.
  “Apa?” tanya Elena.
  “Putus cinta bukan berarti putus hubungan persahabatan! Walaupun kita sudah tidak ada ikatan cinta, aku masih menjadi sahabatmu, Elena!” kataku. Sejenak, Elena tidak menghiraukan kata-kataku. Namun, setelah agak lama dia berbalik dan membantuku beranjak.
  “Kau benar Gerard. Maafkan keegoisanku. Aku akan cari laki-laki lain” kata Elena sambil tersenyum.
  “Nah, itulah Elena yang kukenal. Maafkan aku juga.” kataku. Dan mulai saat itu, aku dan Elena kembali menjadi sepasang sahabat. Tapi, entah apakah dalam hati Elena dia menganggapku sahabat atau lebih. Ataukah dia tidak menganggapku sahabat? Ah, sudahlah..
  Ohya, dimana Bob?
--the end (berdasarkan lagu MCR - I Dont Love You)


Comments

Popular Posts