Tuhan, Apa Kau Terpanggil?


  Gemerlap ini benar-benar bukan hidupku. Dimana moving beam menyorotkan cahaya warna-warni dari ungu hingga biru ke segala penjuru. Degupan ini benar-benar bukan yang berdetak dari jantungku. Ketika melodi remix menghentak-hentak menggerakkan lekuk tubuhku juga tubuhmu.

  Gelas-gelas setengah kosong yang sembarangan ditinggalkan itu mengintimidasiku. Cairannya yang berisi entah air mineral atau bir terkenal, memantulkan cahaya yang oleh lampu panggung ditembakkan. Orang-orang beranjak terbang tinggi tanpa menjejak bumi.

  Semua manusia di depan sana kuyakin hanya siluet belaka. Karakter terdalam mereka pada DNA dibias kilau lampu silau. Mereka berdansa seperti lupa segala-galanya. Mereka merona seolah bahagia. Mereka--selalu membuatku iri.

  Dan aku tak kuasa lagi menahan beban ini. Kerumunan orang-orang bukanlah habitat asliku hidup. Nafasku terasa dicekik oleh keramaian yang mereka tebar dan bagikan. Dalam sejenak waktu saja, aku mampu menerawang kondisi idealku meneruskan hidup nanti.

  Aku adalah pecinta sunyi yang enggan berdiri sendiri. Melainkan didampingi olehmu yang sepertinya adalah salah satu yang berdenyut dengan kehidupan semacam ini. Bila memang mesti bersanding bersamaku dalam sepi, bisakah raga itu tetap hidup sebagai diri yang kau sebut dirimu?

  Sedang aku selalu jatuh tersungkur ketika mencoba mengimbangimu--atau lingkunganmu. Kecuali pada akhirnya kita mampu hidup seperti ikan dapat membelai mesra elang di angkasa, mencoba menjadi sama adalah misi yang mesti kita tempuh dengan gigih.

  Mungkin aku hanya perlu mencoba, berkali-kali. Menahan remuknya mental. Bila keberhasilan adalah kesuksesan menempa mental, kurasa bisa memasuki atmosfermu bagaikan ikan belajar hidup tanpa air.

  Dan bukan menutup kemungkinan, elang yang gigih di angkasa akan tersiksa bila mesti dekat-dekat dengan permukaan air.

  Jadi tempatku kurasa disini. Menatap menerawang jendela yang menampakkan langit tengah malam yang berarakan awan. Warnya kemerah-merahan, seolah senja baru saja berpamitan. Aku terbebas dari menjadi 'ikan yang belajar terbang' namun justru menjadi ikan yang 'mengikuti arus', hingga arus terhenti ketika mati.

  Aku lalu berdoa.
  Apa aku berdosa?

  Tuhan, apa Kau terpanggil saat aku memanggil namaMu bukan dengan yang dianjurkan oleh ajaran para lelaki titisan wahyuMu?

  Tahajudku akan kulaksanakan dalam lelap. Biar peristiwa lama akan terhapus menyisakan ampas manisnya.

  Tuhan, apa Kau terpanggil?

Comments

Popular Posts