Dipikir Karo Mlaku

Kekurangan orang yang terlanjur 'berideologi' bahwa ia hanya hidup pada saat ini -- bukan sejak lahir maupun hingga esok kelak mati -- adalah mereka lebih sering mati daripada hidup kembali. Lho, kok bisa?


Ya, karena, dengan meyakini bahwa dirinya cuma hidup untuk melengkapi momen, maka ia tak punya waktu untuk menentukan langkah selanjutnya, maupun langkah sebelumnya (seandainya hidup bisa diputar balik seperti kaleidoskop). Sebab segala itu berbanding lurus dengan kenyataan bahwa tiap daur nafas kita, sel-sel biologis kita adalah sel-sel yang baru. Berbeda dengan yang menyusun kita hari kemarin. Berbeda dengan yang menyusun tubuh kita minggu depan.

Tiada repetisi.

Dan matilah segala yang tidak punya kesempatan untuk mengulang namun tidak punya persiapan. Dia hanya akan dihantam oleh takdir, atau.. kalau mau lebih saintinfik.. dihancurleburkan hukum fisika, norma-norma dasar yang dianut dan dipakai oleh alam semesta.

Hukum fisika dengan otomatis mengandung ketiga nilai keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, serta secara seimbang mengamalkannya dalam tiap jengkal 'sel-sel' alam semesta bertumbuh. Hal itu juga berlangsung pada diri kita, karena kita adalah bagian dari alam semesta. Dalam diri kita ada debu bintang. Bahkan dalam semut-semut televisi, tersimpan noda bekas ledakan Big Bang di awal terciptanya alam semesta.

Hukum fisika secara adil memberlakukan setiap pasalnya kepada seluruh wilayah alam semesta, mau itu kawasan menganut civil law maupun common law. Kemudian kalkulasi matematis tidak akan berbohong tentang kepastian, meski Sujiwo Tejo berujar bahwa matematika bukanlah soal kepastian, matematika adalah soal kesepakatan, namun bukankah justru kesepakatan itulah inti dari putusan yang in kracht? Lalu soal ada manfaatnya atau tidak, saya tidak mau bicara lagi karena topik kita bukannya tentang manusia yang hanya hidup pada saat ini?

Manusia yang tidak retroaktif. Sebagaimana asas hukum, Nullum delictum nulla poena siena previa lege poenalle. Namun juga tidak progresif. Ya, gitu-gitu aja. Menjalani apa yang sedang ia jalani. Atau istilahnya: "Dipikir karo mlaku"

Manusia yang hidup hanya pada saat sekarang, rupanya menentang dua hukum, yakni: hukum fisika dan hukum perundang-undangan. Sebab hukum fisika berlaku surut hingga sejauh alam semesta baru diciptakan, jauh sebelum hipotesisnya dicetuskan. Sedangkan hukum perundangan tentu saja harus sebaliknya to, ya. Karena kalau ndak  gitu maka melanggar Pasal 1 ayat (2) KUHP dong nantinya. Hehehe..

Apabila Anda adalah salah satu orang yang hidup hanya pada saat sekarang, saya sarankan untuk melakukan pembelaan dengan mengingat ke paragraf awal bahwa sel-sel yang kita miliki, secara biologis, adalah sel-sel yang baru setiap waktunya. Maka dari itu dapat disimpulkan, bahwa kita adalah diri yang baru setiap waktunya. Secara nilai kebedaan, diri kita bukanlah diri kita yang sebelumnya, atau yang akan datang.

Kalau secara ilmu biologi, yang kemudian diubah-ubah jadi simpulan nan cocoklogi, nilai kebendaan dari diri kita tidak berlaku surut ataupun retroaktif secara bersamaan, maka benarlah salah satu universitas yang di kehidupan sebelumnya menyatukan Nusantara, dengan memisahkan Hukum, MIPA, dan Biologi dalam fakultasnya masing-masing.

Lagi-lagi, ini cuma cocoklogi.

Repetisi yang dilakukan oleh saya, salah satu manusia penganut paham tiada repetisi. Jadi, kembalilah kita pada satu pemikiran: Paradoks Yang Maha Esa.

Comments

Popular Posts