Paradoks Yang Maha Esa

Seandainya sejarah alam semesta adalah sebuah film, maka Epimenides si orang Kreta adalah salah satu easter eggs-nya. Premisnya bahwa "seorang orang Kreta adalah pembohong", bila saja berwujud suatu penemuan, pastilah selalu jadi yang mutakhir. Sebab paradoks, sepanjang cahaya menembus 300.000 kilometer per detiknya (yang mana berarti bersama itulah alam semesta tumbuh), selalu menyertai cabang demi cabang. Hingga ke sedemikian kecil detailnya. Menyingkap eksistensi Tuhan hanya menjadi aksesori belaka.

Saya ambil contoh pada suatu ketika di sudut Mahkamah Konsistusi. Seorang sarjana hukum dengan berbagai gelar dan intelegensinya, mengucap suatu sumpah:

"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban ketua Mahkamah Konsistusi/wakil ketua Mahkamah Konsistusi/hakim konsistusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."

Kemudian semesta mengabarkan suatu berita yang mencengangkan. Mereka-mereka yang bersumpah atas nama Tuhan, berjanji atas nama Tuhan, mengaku akan bisa dipercaya, ternyata ditakdirkan menjadi Akil Mochtar, menjadi Patrialis Akbar.

Diluar lingkungan hukum, masih banyak pula yang repot-repot ingin tersandung masalah hukum. Mantan Menpora yang mestinya membawahi hakim garis, divonis hakim sebagai seorang koruptor. Seorang pengusaha daging yang rupanya juga pendeta, Basuki Hariman, juga melanggar aturan manusia -- padahal ia mengajarkan aturan agama. Pak Pendeta tertangkap tangan sedang mesra suap-suapan dengan Patrialis Akbar, terkenal religius dan juga jenggotan, lho.

Haleluya. Allahu Akbar.

Religius berdua itu baru sekelumit contoh dari 10 milyar penghuni muka bumi sekarang. Entah esok, entah dulu. Buat apa sebenarnya Habieb Rizieq berkoar-koar hingga kena banyak 'fitnah dan cobaan', Donald Trump sibuk menangguhkan kebijakan Muslim Ban, dan lain-lain lainnya, bila sejatinya tanpa sadar semua manusia ini sama: ber-paradoks.

Saya lebih memilih menjadi sosok anak SD yang salah bicara ikan tongkol menjadi kata benda lainnya. Ketimbang mengaku bersumpah ataupun berjanji demi Tuhan tapi sujud pada suatu antitomi. 

Dan sebaik-baik berkata jujur adalah yang tidak berpura-pura:

"Ya Allah, Tuhan YME. (isi sendiri) kok jadi begini..."

Comments

Popular Posts